Studi kasus
adalah salah satu metode
penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan
pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian
yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam
melakukan pengamatan, pengumpulan data,
analisis informasi,
dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang
mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset
selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis.
Pendapat lain menyatakan bahwa studi kasus
adalah suatu strategi riset, penelaahan empiris yang menyelidiki suatu gejala dalam
latar kehidupan nyata. Strategi ini dapat menyertakan bukti kuatitatif yang
bersandar pada berbagai sumber dan perkembangan sebelumnya dari proposisi
teoretis. Studi kasus dapat menggunakan bukti baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dengan subjek
tunggal memberikan kerangka kerja statistik untuk membuat inferensi dari data
studi kasus kuantitatif.
Seperti halnya pada tujuan penelitian lain
pada umumnya, pada dasarnya peneliti yang menggunakan metoda penelitian studi kasus
bertujuan untuk memahami obyek yang ditelitinya. Meskipun demikian, berbeda
dengan penelitian yang lain, penelitian studi kasus bertujuan secara khusus
menjelaskan dan memahami obyek yang ditelitinya secara khusus sebagai suatu
‘kasus’. Berkaitan dengan hal tersebut, Yin (2003a, 2009) menyatakan bahwa
tujuan penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekedar untuk menjelaskan
seperti apa obyek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan
dan mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi
kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) obyek
yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang
‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) obtek tersebut terjadi dan terbentuk
sebagai dan dapat dipandang sebagai suatu kasus. Sementara itu, strategi atau
metoda penelitian lain cenderung menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what),
dimana (where), berapa (how many) dan seberapa besar (how much).
Contoh Kasus
Benarkah Pers Sudah Merdeka?
Jakarta - Kemerdekaan pers dalam arti luas adalah pengungkapan kebebasan
berpendapat secara kolektif dari hak berpendapat secara individu yang diterima
sebagai hak asasi manusia. Masyarakat demokratis dibangun atas dasar konsepsi
kedaulatan rakyat, dan keinginan-keinginan pada masyarakat demokratis itu
ditentukan oleh opini publik yang dinyatakan secara terbuka.
Wikipedia.org, mencatatkan, hak publik untuk tahu
inilah inti dari kemerdekaan pers, sedangkan wartawan profesional, penulis, dan
produsen hanya pelaksanaan langsung. Tidak adanya kemerdekaan pers ini berarti
tidak adanya hak asasi manusia (HAM).
Pembahasan RUU pers terakhir 1998 dan awal 1999
yang kemudian menjadi UU No 40 Tahun 1999 tentang pers sangat gencar.
Independensi pers, dalam arti jangan ada lagi campur tangan birokrasi terhadap
pembinaan dan pengembangan kehidupan pers nasional juga diperjuangkan oleh
kalangan pers.
Komitmen seperti itu sudah diusulkan sejak
pembentukan tahun 1946. Pada saat pembahasan RUU pers itu di DPR-RI, kalangan
pers dengan gigih memperjuangkan independensi pers.
Hasil perjuangan itu memang tercapai dengan
bulatnya pendirian sehingga muncul jargon “biarkanlah pers mengatur dirinya
sendiri sedemikian rupa, sehingga tidak ada lagi campur tangan birokrasi”.
Aktualisasi keberhasilan perjuangan itu adalah dibentuknya Dewan Pers yang
independen sebagaimana ditetapkan dalam UUD No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Kemerdekaan pers berasal dari kedaulatan rakyat
dan digunakan sebagai perisai bagi rakyat dari ancaman pelanggaran HAM oleh
kesewenang-wenangan kekuasaan atau uang. Dengan kemerdekan pers terjadilah chek
and balance dalam kehidupan bangsa dan bernegara. Kemerdekaan pers berhasil
diraih, karena keberhasilan reformasi yang mengakhiri kekuasan rezim Orde Baru
pada tahun 1998.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai
hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan
penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Ayat ketiga bahwa untuk
menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak
Tolak. Bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam
pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Lalu, apakah pers di Tanah Air sudah merdeka? Jika dicermati dari
tahun ke tahun, pers selalu dirundung berbagai persoalan-persoalan. Aksi-aksi
kekerasan terhadap dunia pers selalu terjadi di berbagai daerah.
Berdasarkan catatan Lembaga Bantuan Hukum Pers
(LBH Pers), jumlah kasus kekerasan yang dialami jurnalis pada 2013 sebanyak 50
kasus. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut meliputi ancaman atau teror, pengusiran
dan larangan peliputan, serangan fisik, sensor, tuntutan/gugatan hukum,
pembredelan atau larangan terbit, regulasi, demonstrasi dan pengerahan masa,
perusakan kantor serta perusakan alat.
Menurut Direktur Eksekutif LBH Pers, Nawawi
Bahrudin, maraknya kekerasan menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap
jurnalis, terutama mereka yang bekerja di wilayah konflik dan rawan. Beberapa
titik kelemahan tersebut adalah perlindungan yang minim dari media tempat
jurnalis bekerja, adanya kelemahan perlindungan dari pemerintah seperti
impunitas atau pembiaran pelaku kejahatan dari tanggung jawab hukum menjadi
penyebab meningkatnya kekerasan terhadap jurnalis.
Selain itu, tak sedikit jurnalis yang bekerja
tidak sesuai kode etik jurnalistik sehingga kerap menjadi persoalan atas
pemberitaan. Bahkan, kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalistik justru
berujung dengan perdamaian dengan cara penawaran pemasangan iklan oleh pelaku
kekerasan di media yang bersangkutan.
Berdasarkan catatan LBH Pers, lanjutnya, hanya
sebagian kecil kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang kemudian diusut dan
diadili. Di samping itu, hingga saat ini pemerintah khususnya aparat Kepolisian
masih memiliki utang yang belum terbayarkan yakni mengusut tuntas dan membawa
para pelaku pembunuh jurnalis khususnya kasus pembunuhan terhadap jurnalis
Bernas Yogya, Fuad Muhammad Sjafruddin yang sangat mendesak karena akan
daluarsa pada Agustus 2014 mendatang.
Sedangkan rekomendasi yang ditujukan LBH Pers
kepada pemerintah adalah merealisasikan perlindungan bagi keselamatan jurnalis
dalam menjalankan tugas jurnalistiknya sesuai dengan resolusi Dewan HAM PBB
tanggal 27 September 2012, yang menyatakan pentingnya keselamatan jurnalis
sebagai unsur fundamental pada kebebabas berekspresi.
Selanjutnya, untuk lembaga penegak hukum seperti
hakim, polisi, jasa dan advokat diharapkan dapat melakukan proses hukum
terhadap tindak kekerasan terhadap jurnalis, menggunakan UU Pers dalam
menyelesaikan masalah pers dan melaksanakan nota kesepahaman antara Polri dan
Dewan Pers, dalam penegakan hukum dan perlindungan kebebasan pers.
Kepada pekerja pers, diharapkan dapat memaksimalkan peran
strategis media dalam pemberantasan korupsi, melakukan sosialisasi UU Pers,
meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan kerja jurnalistik, menulis
dengan dasar KEJ dan UU Pers 1999, melaksanakan peran dan fungsi pers dengan
melakukan pengawsan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum serta melakukan konsolidasi untuk melawan setiap
kekerasan terhadap jurnalis dan kebijakan yang mengancam kebebasan pers.
“Dan untuk perusahaan media, diharapkan dapat
memberikan ruang yang luas kepada jurnalis untuk meningkatkan profesionalisme,
menghargai hak-hak karyawan untuk bebas berserikat dan berkumpul,” pungkasnya.
HPN 2014
Hari Pers Nasional singkat HPN diselenggarakan
setiap tahun pada tanggal 9 Februari (bertepatan dengan hari ulang tahun PWI).
Peringatan ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1985 yang
ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985.
Keputusan Presiden Soeharto tersebut merupakan
tindak lanjut salah satu butir keputusan Kongres Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI) ke-28 di Padang tahun 1978, adalah cetusan untuk menetapkan suatu hari
yang bersejarah guna memperingati peran dan keberadaan pers secara nasional.
Kehendak tersebut diusulkan kepada Pemerintah
melalui Dewan Pers untuk menetapkan HPN. Dalam sidang Dewan Pers ke-21 di
Bandung pada tanggal 19 Februari 1981, kehendak tersebut disetujui oleh Dewan
Pers untuk disampaikan kepada Pemerintah dan menetapkan penyelenggaraan HPN.
HPN menjadi ajang silaturahmi dan penyatuan
pemikiran untuk kemajuan pers pada khususnya dan kemajuan bangsa pada umumnya.
Kegiatan ini merupakan agenda tahunan terbesar dan paling bergengsi bagi
komponen pers Indonesia.
Tentunya tidak hanya organisasi seperti Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) saja yang memeriahkan acara tersebut. Seluruh
organisasi wartawan yang ada di Tanah Air juga turut memeriahkan acara
tersebut.
Terlepas dari semuanya itu. Penulis berharap,
kedepan kekerasan terhadap pers tidak terjadi lagi dengan cara masing-masing
pihak memahami tugas masing-masing. Mari ikuti rambu-rambu yang ada.
Tanggapan
dan saran : Pers saat ini juga
memberikan peranan yang penting bagi mayarakat, mereka sungguh bekerja keras
dalam mencari suatu informasi. Sebaiknya informasi tersebut adalah informasi
yang memberikan wawasan dan tidak merugikan orang lain. Kekerasan yang terjadi
kepada pers juga sangatlah banyak contoh bentuk-bentuk kekerasan tersebut
meliputi ancaman atau teror, pengusiran dan larangan peliputan, serangan fisik,
sensor, tuntutan/gugatan hukum, pembredelan atau larangan terbit, regulasi,
demonstrasi dan pengerahan masa, perusakan kantor serta perusakan alat. Maka
dari itu pemerintah juga harus berperan dalam perlindungan pers sehingga dapat
terciptanya suatu kedamaian tanpa adanya konflik.
Racuni Tanaman Warga, 4 Karyawan Perusahaan Kayu di Riau
Jadi Tersangka
Pekanbaru - Polres Pelalawan menetapkan 4
karyawan perusahaan kayu di Riau sebagai tersangka karena meracuni tanaman
warga. Polisi juga memproses perusakan mobil oleh warga.
Kapolres Pelalawan, Guntur Aryo Tejo mengungkapkan hal itu dalam perbincangan
dengan detikcom, Selasa (24/4/2012). Menurutnya, keempat tersangka berinisial
JS, GF, A dan F. Mereka merusak lahan sawit warga di Desa Kusuma, Kecamatan
Pangkalan Kuras akhir pekan lalu.
"Mereka ketangkap tangan oleh warga saat merusak tanaman sawit warga dan
kini statusnya kita tetapkan sebagai tersangka. Mereka mengaku merusak dengan
alasan disuruh pimpinannya. Tapi pihak pimpinan sendiri kita mintai keterangan
membantah hal itu," kata Guntur.
Guntur menjelaskan, empat karyawan ini bertugas menjaga kawasan konsesi hutan
tanaman industri milik PT Arara Abadi (AA). Hanya saja dalam praktik di
lapangan, mereka melakukan inisiatif sendiri merusak kebun warga yang dianggap
masuk dalam kawasan konsesi perusahaan.
"Konflik yang terjadi memang sudah
lama. Ini hanya karena warga merasa tidak mendapat perhatian dari pihak perusahaan.
Misalkan, perusahaan enggan membangun jalan desa. Namun demikian kita mencoba
untuk melakukan mediasi mencari solusi terbaik agar masalah ini bisa
terselesaikan dengan baik," kata Guntur.
Polisi juga menyelidiki kasus pemukulan yang dilakukan pihak masyarakat. Karena
ketika 4 tersangka tertangkap tangan merusak kebun sawit, warga juga melakukan
pengeroyokan sekaligus memecahkan mobil milik perusahaan.
Pihak kepolisian memang belum dapat menyimpulkan siapa saja pelaku pengeroyokan
terhadap 4 karyawan itu. Karena peristiwa pengeroyokan dan merusakan mobil
perusahaan itu terjadi pada malam hari.
"Namun demikian, kita tetap akan memediasi kedua belah pihak untuk dapat
menyelesaikan konflik yang sudah terjadi sejak tahun 2000 lalu. Kiranya antara
warga dan perusahaan yang nantinya difasilitasi Pemda setempat, dapat mencari
solusi yang terbaik. Ini agar konflik bisa segera teratasi," kata Guntur.
Tanggapan dan saran : Adanya kerusuhan memang sering terjadi untuk masalah ini memang masih sulit untuk di
tangani. Dari pihak karyawan memang salah dalam melakukan tindakan tidak
memperdulikan apa akibatnya, begitu juga dari pihak warga seharusnya tidak main
hakim sendiri. Untuk menyelesaikan masalah ini sebaiknya dapat di selesaikan
dulu dengan kekeluargaan apabila belum terselesaikan dengan baik maka meminta
bantuan dari pihak berwajib yaitu polisi.
Sumber : http://news.detik.com/read/2012/04/24/172444/1900534/10/racuni-tanaman-warga- 4-karyawan-perusahaan-kayu-di-riau-jadi-tersangka
Kasus PDAM Makassar,
KPK Periksa Dua Karyawan Swasta
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus
mendalami kasus dugaan korupsi instalasi pengolahan air di Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) Kota Makassar pada tahun anggaran 2006 sampai 2012. Hari ini,
KPK menjadawalkan pemeriksaan terhadap Karyawan PT Swahusada Guna Instrumentasi
yakni, Eko dan Ciptono.
Keduanya akan menjadi saksi dari salah satu
tersangka dalam kasus tersebut yakni mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief
Sirajuddin (IAS).
"Eko dan Ciptono bersangkutan akan diperiksa
sebagai saksi untuk tersangka IAS," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan
Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Jumat (13/2/2015).
KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini
yakni Ilham Arief Sirajuddin (IAS) selaku mantan Wali Kota Makassar dan HW
selaku Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar.
KPK menjerat keduanya dengan Pasal 2 Ayat 1 dan
Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 Ayat
ke (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Akibat dari perbuatan keduanya dan dari
perhitungan sementara diperkirakan negara merugi Rp38,1 miliar. KPK menemukan
ada penyelewengan dalam hal pembayaran antara Pemerintah Kota Makassar dan
PDAM.
Menurut hasil audit BPK ditemukan adanya potensi
kerugian negara dalam tiga kerja sama PDAM dengan pihak swasta lainnya. Tiga
kerja sama yang dimaksud adalah kontrak dengan PT Bahana Cipta dalam rangka
pengusahaan pengembangan instalasi pengolahan air (IPA) V Somba Opu sebesar
Rp455,25 miliar.
Kemudian kerja sama dengan PT Multi Engka Utama
dalam pengembangan sistem penyediaan air minum atas pengoperasian IPA Macini
Sombala tahun 2012-2036 dengan nilai investasi sebesar Rp69,31 miliar lebih.
Serta kerja sama antara PDAM Makassar dengan PT Baruga Asrinusa Development
yang dinilai berpotensi mengurangi potensi pendapatan PDAM sebesar Rp2,6
miliar.
Tanggapan
dan saran : Korupsi saat ini memang sedang gencar-gencarnya.
Banyak orang dari berbagai kalangan melakukan tindakan korupsi baik dari pejabat, artis maupun
kalangan masyarakat. Ini terjadi karena adanya ketidakpuasan diri dengan apa
yang di punya, bujukan dari pihak lain maupun dari alasan yang lainnya. Maka dari
itu kita harus berfikir dulu dengan apa yang akan kita lakukan, jangan nantinya
apa yang kita lakukan tersebut akan berdampak buruk kepada orang lain.
No comments:
Post a Comment