Thursday, March 12, 2015


Studi kasus 
adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis.
Pendapat lain menyatakan bahwa studi kasus adalah suatu strategi riset, penelaahan empiris yang menyelidiki suatu gejala dalam latar kehidupan nyata. Strategi ini dapat menyertakan bukti kuatitatif yang bersandar pada berbagai sumber dan perkembangan sebelumnya dari proposisi teoretis. Studi kasus dapat menggunakan bukti baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dengan subjek tunggal memberikan kerangka kerja statistik untuk membuat inferensi dari data studi kasus kuantitatif.
Seperti halnya pada tujuan penelitian lain pada umumnya, pada dasarnya peneliti yang menggunakan metoda penelitian studi kasus bertujuan untuk memahami obyek yang ditelitinya. Meskipun demikian, berbeda dengan penelitian yang lain, penelitian studi kasus bertujuan secara khusus menjelaskan dan memahami obyek yang ditelitinya secara khusus sebagai suatu ‘kasus’. Berkaitan dengan hal tersebut, Yin (2003a, 2009) menyatakan bahwa tujuan penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekedar untuk menjelaskan seperti apa obyek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) obyek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang ‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) obtek tersebut terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat dipandang sebagai suatu kasus. Sementara itu, strategi atau metoda penelitian lain cenderung menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana (where), berapa (how many) dan seberapa besar (how much).




Contoh Kasus

Benarkah Pers Sudah Merdeka?

Jakarta - Kemerdekaan pers dalam arti luas adalah pengungkapan kebebasan berpendapat secara kolektif dari hak berpendapat secara individu yang diterima sebagai hak asasi manusia. Masyarakat demokratis dibangun atas dasar konsepsi kedaulatan rakyat, dan keinginan-keinginan pada masyarakat demokratis itu ditentukan oleh opini publik yang dinyatakan secara terbuka.

Wikipedia.org, mencatatkan, hak publik untuk tahu inilah inti dari kemerdekaan pers, sedangkan wartawan profesional, penulis, dan produsen hanya pelaksanaan langsung. Tidak adanya kemerdekaan pers ini berarti tidak adanya hak asasi manusia (HAM).

Pembahasan RUU pers terakhir 1998 dan awal 1999 yang kemudian menjadi UU No 40 Tahun 1999 tentang pers sangat gencar. Independensi pers, dalam arti jangan ada lagi campur tangan birokrasi terhadap pembinaan dan pengembangan kehidupan pers nasional juga diperjuangkan oleh kalangan pers. 

Komitmen seperti itu sudah diusulkan sejak pembentukan tahun 1946. Pada saat pembahasan RUU pers itu di DPR-RI, kalangan pers dengan gigih memperjuangkan independensi pers.

Hasil perjuangan itu memang tercapai dengan bulatnya pendirian sehingga muncul jargon “biarkanlah pers mengatur dirinya sendiri sedemikian rupa, sehingga tidak ada lagi campur tangan birokrasi”. Aktualisasi keberhasilan perjuangan itu adalah dibentuknya Dewan Pers yang independen sebagaimana ditetapkan dalam UUD No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

Kemerdekaan pers berasal dari kedaulatan rakyat dan digunakan sebagai perisai bagi rakyat dari ancaman pelanggaran HAM oleh kesewenang-wenangan kekuasaan atau uang. Dengan kemerdekan pers terjadilah chek and balance dalam kehidupan bangsa dan bernegara. Kemerdekaan pers berhasil diraih, karena keberhasilan reformasi yang mengakhiri kekuasan rezim Orde Baru pada tahun 1998. 

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak. Bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Lalu, apakah pers di Tanah Air sudah merdeka? Jika dicermati dari tahun ke tahun, pers selalu dirundung berbagai persoalan-persoalan. Aksi-aksi kekerasan terhadap dunia pers selalu terjadi di berbagai daerah. 

Berdasarkan catatan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), jumlah kasus kekerasan yang dialami jurnalis pada 2013 sebanyak 50 kasus. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut meliputi ancaman atau teror, pengusiran dan larangan peliputan, serangan fisik, sensor, tuntutan/gugatan hukum, pembredelan atau larangan terbit, regulasi, demonstrasi dan pengerahan masa, perusakan kantor serta perusakan alat.

Menurut Direktur Eksekutif LBH Pers, Nawawi Bahrudin, maraknya kekerasan menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap jurnalis, terutama mereka yang bekerja di wilayah konflik dan rawan. Beberapa titik kelemahan tersebut adalah perlindungan yang minim dari media tempat jurnalis bekerja, adanya kelemahan perlindungan dari pemerintah seperti impunitas atau pembiaran pelaku kejahatan dari tanggung jawab hukum menjadi penyebab meningkatnya kekerasan terhadap jurnalis.

Selain itu, tak sedikit jurnalis yang bekerja tidak sesuai kode etik jurnalistik sehingga kerap menjadi persoalan atas pemberitaan. Bahkan, kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalistik justru berujung dengan perdamaian dengan cara penawaran pemasangan iklan oleh pelaku kekerasan di media yang bersangkutan.

Berdasarkan catatan LBH Pers, lanjutnya, hanya sebagian kecil kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang kemudian diusut dan diadili. Di samping itu, hingga saat ini pemerintah khususnya aparat Kepolisian masih memiliki utang yang belum terbayarkan yakni mengusut tuntas dan membawa para pelaku pembunuh jurnalis khususnya kasus pembunuhan terhadap jurnalis Bernas Yogya, Fuad Muhammad Sjafruddin yang sangat mendesak karena akan daluarsa pada Agustus 2014 mendatang.

Sedangkan rekomendasi yang ditujukan LBH Pers kepada pemerintah adalah merealisasikan perlindungan bagi keselamatan jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya sesuai dengan resolusi Dewan HAM PBB tanggal 27 September 2012, yang menyatakan pentingnya keselamatan jurnalis sebagai unsur fundamental pada kebebabas berekspresi. 

Selanjutnya, untuk lembaga penegak hukum seperti hakim, polisi, jasa dan advokat diharapkan dapat melakukan proses hukum terhadap tindak kekerasan terhadap jurnalis, menggunakan UU Pers dalam menyelesaikan masalah pers dan melaksanakan nota kesepahaman antara Polri dan Dewan Pers, dalam penegakan hukum dan perlindungan kebebasan pers.

Kepada pekerja pers, diharapkan dapat memaksimalkan peran strategis media dalam pemberantasan korupsi, melakukan sosialisasi UU Pers, meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan kerja jurnalistik, menulis dengan dasar KEJ dan UU Pers 1999, melaksanakan peran dan fungsi pers dengan melakukan pengawsan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum serta melakukan konsolidasi untuk melawan setiap kekerasan terhadap jurnalis dan kebijakan yang mengancam kebebasan pers.

“Dan untuk perusahaan media, diharapkan dapat memberikan ruang yang luas kepada jurnalis untuk meningkatkan profesionalisme, menghargai hak-hak karyawan untuk bebas berserikat dan berkumpul,” pungkasnya. 

HPN 2014
Hari Pers Nasional singkat HPN diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 9 Februari (bertepatan dengan hari ulang tahun PWI). Peringatan ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985.

Keputusan Presiden Soeharto tersebut merupakan tindak lanjut salah satu butir keputusan Kongres Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ke-28 di Padang tahun 1978, adalah cetusan untuk menetapkan suatu hari yang bersejarah guna memperingati peran dan keberadaan pers secara nasional.

Kehendak tersebut diusulkan kepada Pemerintah melalui Dewan Pers untuk menetapkan HPN. Dalam sidang Dewan Pers ke-21 di Bandung pada tanggal 19 Februari 1981, kehendak tersebut disetujui oleh Dewan Pers untuk disampaikan kepada Pemerintah dan menetapkan penyelenggaraan HPN.

HPN menjadi ajang silaturahmi dan penyatuan pemikiran untuk kemajuan pers pada khususnya dan kemajuan bangsa pada umumnya. Kegiatan ini merupakan agenda tahunan terbesar dan paling bergengsi bagi komponen pers Indonesia.

Tentunya tidak hanya organisasi seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) saja yang memeriahkan acara tersebut. Seluruh organisasi wartawan yang ada di Tanah Air juga turut memeriahkan acara tersebut.

Terlepas dari semuanya itu. Penulis berharap, kedepan kekerasan terhadap pers tidak terjadi lagi dengan cara masing-masing pihak memahami tugas masing-masing. Mari ikuti rambu-rambu yang ada.



Tanggapan dan saran : Pers saat ini juga memberikan peranan yang penting bagi mayarakat, mereka sungguh bekerja keras dalam mencari suatu informasi. Sebaiknya informasi tersebut adalah informasi yang memberikan wawasan dan tidak merugikan orang lain. Kekerasan yang terjadi kepada pers juga sangatlah banyak contoh bentuk-bentuk kekerasan tersebut meliputi ancaman atau teror, pengusiran dan larangan peliputan, serangan fisik, sensor, tuntutan/gugatan hukum, pembredelan atau larangan terbit, regulasi, demonstrasi dan pengerahan masa, perusakan kantor serta perusakan alat. Maka dari itu pemerintah juga harus berperan dalam perlindungan pers sehingga dapat terciptanya suatu kedamaian tanpa adanya konflik.




Racuni Tanaman Warga, 4 Karyawan Perusahaan Kayu di Riau Jadi Tersangka


Pekanbaru - Polres Pelalawan menetapkan 4 karyawan perusahaan kayu di Riau sebagai tersangka karena meracuni tanaman warga. Polisi juga memproses perusakan mobil oleh warga. 

Kapolres Pelalawan, Guntur Aryo Tejo mengungkapkan hal itu dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (24/4/2012). Menurutnya, keempat tersangka berinisial JS, GF, A dan F. Mereka merusak lahan sawit warga di Desa Kusuma, Kecamatan Pangkalan Kuras akhir pekan lalu.

"Mereka ketangkap tangan oleh warga saat merusak tanaman sawit warga dan kini statusnya kita tetapkan sebagai tersangka. Mereka mengaku merusak dengan alasan disuruh pimpinannya. Tapi pihak pimpinan sendiri kita mintai keterangan membantah hal itu," kata Guntur.

Guntur menjelaskan, empat karyawan ini bertugas menjaga kawasan konsesi hutan tanaman industri milik PT Arara Abadi (AA). Hanya saja dalam praktik di lapangan, mereka melakukan inisiatif sendiri merusak kebun warga yang dianggap masuk dalam kawasan konsesi perusahaan.


"Konflik yang terjadi memang sudah lama. Ini hanya karena warga merasa tidak mendapat perhatian dari pihak perusahaan. Misalkan, perusahaan enggan membangun jalan desa. Namun demikian kita mencoba untuk melakukan mediasi mencari solusi terbaik agar masalah ini bisa terselesaikan dengan baik," kata Guntur.

Polisi juga menyelidiki kasus pemukulan yang dilakukan pihak masyarakat. Karena ketika 4 tersangka tertangkap tangan merusak kebun sawit, warga juga melakukan pengeroyokan sekaligus memecahkan mobil milik perusahaan.

Pihak kepolisian memang belum dapat menyimpulkan siapa saja pelaku pengeroyokan terhadap 4 karyawan itu. Karena peristiwa pengeroyokan dan merusakan mobil perusahaan itu terjadi pada malam hari.

"Namun demikian, kita tetap akan memediasi kedua belah pihak untuk dapat menyelesaikan konflik yang sudah terjadi sejak tahun 2000 lalu. Kiranya antara warga dan perusahaan yang nantinya difasilitasi Pemda setempat, dapat mencari solusi yang terbaik. Ini agar konflik bisa segera teratasi," kata Guntur.

Tanggapan dan saran : Adanya kerusuhan memang sering terjadi untuk masalah ini memang masih sulit untuk di tangani. Dari pihak karyawan memang salah dalam melakukan tindakan tidak memperdulikan apa akibatnya, begitu juga dari pihak warga seharusnya tidak main hakim sendiri. Untuk menyelesaikan masalah ini sebaiknya dapat di selesaikan dulu dengan kekeluargaan apabila belum terselesaikan dengan baik maka meminta bantuan dari pihak berwajib yaitu polisi.


Sumber : http://news.detik.com/read/2012/04/24/172444/1900534/10/racuni-tanaman-warga-  4-karyawan-perusahaan-kayu-di-riau-jadi-tersangka



Kasus PDAM Makassar, KPK Periksa Dua Karyawan Swasta

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi instalasi pengolahan air di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar pada tahun anggaran 2006 sampai 2012. Hari ini, KPK menjadawalkan pemeriksaan terhadap Karyawan PT Swahusada Guna Instrumentasi yakni, Eko dan Ciptono. 

Keduanya akan menjadi saksi dari salah satu tersangka dalam kasus tersebut yakni mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (IAS).

"Eko dan Ciptono bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IAS," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Jumat (13/2/2015).

KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yakni Ilham Arief Sirajuddin (IAS) selaku mantan Wali Kota Makassar dan HW selaku Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar.

KPK menjerat keduanya dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 Ayat ke (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Akibat dari perbuatan keduanya dan dari perhitungan sementara diperkirakan negara merugi Rp38,1 miliar. KPK menemukan ada penyelewengan dalam hal pembayaran antara Pemerintah Kota Makassar dan PDAM.

Menurut hasil audit BPK ditemukan adanya potensi kerugian negara dalam tiga kerja sama PDAM dengan pihak swasta lainnya. Tiga kerja sama yang dimaksud adalah kontrak dengan PT Bahana Cipta dalam rangka pengusahaan pengembangan instalasi pengolahan air (IPA) V Somba Opu sebesar Rp455,25 miliar.

Kemudian kerja sama dengan PT Multi Engka Utama dalam pengembangan sistem penyediaan air minum atas pengoperasian IPA Macini Sombala tahun 2012-2036 dengan nilai investasi sebesar Rp69,31 miliar lebih. Serta kerja sama antara PDAM Makassar dengan PT Baruga Asrinusa Development yang dinilai berpotensi mengurangi potensi pendapatan PDAM sebesar Rp2,6 miliar.


Tanggapan dan saran : Korupsi saat ini memang sedang gencar-gencarnya. Banyak orang dari berbagai kalangan melakukan tindakan korupsi baik dari pejabat, artis maupun kalangan masyarakat. Ini terjadi karena adanya ketidakpuasan diri dengan apa yang di punya, bujukan dari pihak lain maupun dari alasan yang lainnya. Maka dari itu kita harus berfikir dulu dengan apa yang akan kita lakukan, jangan nantinya apa yang kita lakukan tersebut akan berdampak buruk kepada orang lain.


Sumber: http://nasional.sindonews.com/read/963989/13/kasus-pdam-makassar-kpk-periksa-dua-karyawan-swasta-1423806802



No comments:

Post a Comment